DOA SEORANG
SERDADU SEBELUM BERPERANG
Karya W.S.
Rendra
Tuhanku,
WajahMu
membayang di kota terbakar
dan firmanMu
terguris di atas ribuan
kuburan yang
dangkal
Anak menangis
kehilangan bapa
Tanah sepi
kehilangan lelakinya
Bukannya benih
yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai
dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam
turun nanti
sempurnalah
sudah warna dosa
dan mesiu
kembali lagi bicara
Waktu itu,
Tuhanku,
perkenankan
aku membunuh
perkenankan
aku menusukkan sangkurku
Malam dan
wajahku
adalah satu
warna
Dosa dan
nafasku
adalah satu
udara.
Tak ada lagi
pilihan
kecuali
menyadari
-biarpun
bersama penyesalan-
Apa yang bisa
diucapkan
oleh bibirku
yang terjajah?
Sementara
kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi
yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat
kugenggam senapanku
Perkenankan
aku membunuh
Perkenankan
aku menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia Th. XIV,
No. 25, 18 Juni 1960
ANALISIS PUISI
“DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG”
karya W. S. Rendra
A.
Analisis Unsur Intrinsik
1.
Tema
Tema puisi berjudul Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang tersebut adalah mengenai
perjuangan seorang prajurit atau serdadu.
Puisi tersebut menceritakan bahwa seorang prajurit
tidak hanya berperang melawan musuhnya, tetapi juga berperang melawan batinnya
sendiri. Melawan musuh dengan membunuh merupakan hal yang harus ia lakukan,
tetapi rasa penyesalan dan ketakutan juga selalu mengiringi langkahnya. Lalu
sebelum berperang ia berdoa kepada Tuhan dengan harapan Tuhan mengampuninya
meskipun ia berlumuran dosa.
2.
Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata yang digunakan penyair
untuk mencari kata yang tepat dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang
dikandungnya, sehingga menghasilkan jiwa penyair secara tepat, setidak-tidaknya
mendekati kebenaran. Dalam puisi tersebut, penyair banyak menggunakan kata-kata
lembut. Hal demikian dikarenakan puisi di atas menggambarkan seseorang yang
menyesal dan meminta pengampunan dari Tuhan. Sehingga layaknya berdoa
sebenarnya, penyair memilih kata-kata yang penuh haru, sangat menyesal, dan
bersungguh-sungguh memohon ampun.
Kata-kata yang digunakan dalam persajakan dapat berupa
kata dengan makna denotatif maupun kata dengan makna konotatatif. Berikut ini
merupakan contoh baris dengan makna denotatif dan konotatif yang terdapat di
dalam puisi di atas.
Makna Denotatif
|
Makna Konotatif
|
1.
Anak menangis kehilangan bapa
2.
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi
bangkai dan wajah mati yang sia-sia
3.
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan
aku membunuh
perkenankan
aku menusukkan sangkurku
4.
Malam dan wajahku
adalah
satu warna
5.
Dosa dan nafasku
adalah
satu udara
6.
Tak ada lagi pilihan
kecuali
menyadari
-biarpun
bersama penyesalan-
7.
Tuhanku
Erat-erat
kugenggam senapanku
8.
Perkenankan aku membunuh
9.
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
|
wajahMu
membayang di kota terbakar
dan
firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal
sempurnalah
sudah warna dosa
dan
mesiu kembali lagi bicara
oleh
bibirku yang terjajah?
mendekap
bumi yang mengkhianatiMu
|
3.
Gaya Bahasa atau Majas
Gaya bahasa adalah suatu alat untuk melukiskan,
menggambarkan, menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk bahasa dengan gaya
yang memesona (Jalil, 1985: 31). Dengan gaya bahasa tersebut diharapkan akan
memberikan warna kehidupan atau menghidupkan kata-kata yang disampaikan
penyair. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi Doa Seorang Serdadu sebelum
Berperang karya WS Rendra adalah sebagai berikut.
1)
Hiperbola
Yaitu suatu pengungkapan yang melebih-lebihkan
kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Hiperbola
digunakan pengarang untuk mempertinggi nilai kata atau mempertinggi nilai-nilai
dari bahasa itu sendiri. Majas hiperbola pada puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang karya WS Rendra terdapat pada
baris-baris berikut:
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis
kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
2)
Metafora
Yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda
dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Baris yang
menggunakan majas metafora pada puisi tersebut antara lain:
Malam dan
wajahku
adalah satu
warna
Dosa dan
nafasku
adalah satu
udara
Penyair mengibaratkan malam dan wajah memiliki sifat
yang sama yaitu berwarna gelap. Sementara dosa dan nafas juga dianggap sama.
Dosa dilakukan pada saat ia bernapas di satu tempat yang memiliki udara yang
sama karena pada dasarnya bumi adalah tempat luas dengan udara yang menyatu.
Sementara
kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi
yang mengkhianatiMu
Pada baris tersebut mengibaratkan Tuhan seolah-olah
memiliki sifat sama seperti manusia yaitu dapat mendekap sesuatu dengan
lengannya. Sementara kita tidak tahu bagaimana wujud Tuhan sebenarnya. Karena
yang sebenarnya Tuhan memiliki caranya sendiri untuk melakukan sesuatu. Penyair
juga menggambarkan bumi seolah-olah manusia yang dapat mengkhianati orang lain.
3)
Personifikasi
Yaitu majas kiasan yang menggambarkan benda-benda mati
seolah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi pada puisi di atas
adalah sebagai berikut.
Apabila malam
turun nanti
sempurnalah
sudah warna dosa
dan mesiu
kembali lagi berbicara
Pada kata-kata dan
mesiu kembali lagi bicara, mesiu yang merupakan benda mati digambarkan
dapat berbicara layaknya manusia atau benda hidup.
4.
Nada dan Suasana
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Pada puisi
Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang, dengan penuh keseriusan penyair
mengungkapkan sebuah penyesalan atas dosa yang telah dilakukan. Dengan penuh
rasa harap penyair memohon agar Tuhan mau mengampuninya dan memperkenankan ia berperang.
Itulah gambaran sikap penyair yang ada dalam puisi tersebut.
Suasana adalah rasa yang tercipta setelah pembaca
membaca puisi tersebut. Perasaan murung, sedih, gundah, dan kecewa yang
tergambar pada puisi karya WS Rendra tersebut akan mempengaruhi kita sebagai
pembaca untuk ikut merasakan haru dan miris. Suasana kesedihan bercampur dengan
semangat seorang serdadu untuk berperang melawan penjajah tergambar pada puisi
itu.
5.
Rima dan Irama
-
Rima:
·
Pada bait pertama terdapat rima tak sempurna, bersajak a-b-b-b
Tuhanku, (a)
WajahMu
membayang di kota terbakar (b)
dan firmanMu
terguris di atas ribuan (b)
kuburan yang
dangkal (b)
·
Pada bait kedua terdapat rima tak sempurna, bersajak a-a-b-a
Anak menangis
kehilangan bapa (a)
Tanah sepi
kehilangan lelakinya (a)
Bukannya benih
yang disebar di bumi subur ini (b)
tapi bangkai
dan wajah mati yang sia-sia (a)
·
Pada bait ketiga terdapat rima tak sempurna pada baris satu
sampai tiga, sedangkan pada baris empat hingga enam menggunakan rima rata dan
sempurna, bersajak a-b-b-c-c-c
Apabila malam turun nanti (a)
sempurnalah sudah warna dosa (b)
dan mesiu kembali lagi bicara (b)
Waktu itu, Tuhanku, (c)
perkenankan aku membunuh (c)
perkenankan aku menusukkan sangkurku (c)
·
Pada bait keempat terdapat rima bersilang pada baris kesatu
hingga keempat, sedangkan pada baris kelima hingga ketujuh menggunakan rima
berpeluk, bersajak a-b-a-b c-d-c
Malam dan wajahku (a)
adalah satu warna (b)
Dosa dan nafasku (a)
adalah satu udara. (b)
Tak ada lagi pilihan (c)
kecuali menyadari (d)
-biarpun bersama penyesalan- (c)
·
Pada bait kelima terdapat rima bebas pada baris kesatu hingga
keempat, sedangkan pada baris kelima hingga kedelapan menggunakan rima rata,
bersajak a-a-b-c-c-c-c-c
Apa yang bisa diucapkan (a)
oleh bibirku yang terjajah ?(a)
Sementara kulihat
kedua lengaMu yang capai (b)
mendekap bumi yang
mengkhianatiMu (c)
Tuhanku (c)
Erat-erat kugenggam
senapanku (c)
Perkenankan aku membunuh (c)
Perkenankan aku
menusukkan sangkurku (c)
Rima yang digunakan dalam puisi tersebut cenderung menggunakan
rima tak sempurna atau bebas. Hal itu dipengaruhi karena puisi Doa Seorang
Serdadu Sebelum Berperang merupakan puisi bebas yang cenderung sudah
meninggalkan aturan puisi lama yang begitu mementingkan jumlah baris dalam bait
serta rimanya.
-
Irama
Pada puisi di atas, bunyi puisi juga sangat
ditonjolkan. Puisinya memiliki bunyi kakofoni, yaitu bunyi yang tidak merdu dan
cenderung parau.
Puisi tersebut akan bagus jika dibaca dalam tempo
lambat dan suara yang agak rendah.
·
Bait pertama dibacakan dengan lembut
·
Bait kedua dibacakan dengan lembut lalu agak lebih keras
menuju baris terakhir
·
Bait ketiga dibaca sama dengan bait kedua
·
Bait keempat dibaca dengan suara lembut dan khusyuk
·
Bait keempat dibaca dengan lembut pada awal bait dan lebih
keras pada akhir bait
6.
Amanat
Pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui puisi
di atas adalah:
-
Tugas seorang serdadu atau prajurit bukanlah tugas yang
mudah. Mereka harus membunuh entah orang yang bersalah maupun tidak bersalah
demi sebuah tugas membela negerinya. Sehingga hal tersebut harus kita hargai.
-
Segla usaha yang kita lakukan tetap diperlukan sebuah doa.
Meskipun dosa kita banyak maupun sedikit, tetaplah berusaha memohon ampunan
kepada Tuhan.
B.
Analisis Unsur Ekstrinsik
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia
Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern
Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti
Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat
bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Rendra memiliki idealisme yang kuat dan sangat peka
pada realita sosial yang ada di sekitarnya. Bahkan terkadang, karena
idealismenya inilah menyebabkan ia seringkali berselisih dengan pemerintah.
Perselisihannya dengan pemerintah tidak serta merta menyebabkan namanya
tenggelam, bahkan karena perselisihan inilah yang kemudian mengantarkannya
mendapat beberapa penghargaan baik itu nasional maupun sebagai seorang
sastrawan berdedikasi tinggi dan konsisten menyuarakan keinginan rakyat.
Salah satu puisinya yang menggambarkan realitas sosial
adalah puisi yang berjudul Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang tersebut.
Dibuat pada tahun 60an yang pada saat itu Indonesia masih bergejolak, Rendra
ingin mengungkapkan bagaimana perjuangan yang dilakukan oles seorang serdadu
dalam mengemban tugasnya.
Dalam Puisi Doa
Seorang Serdadu Sebelum Berperang, Rendra menggambarkan permohonan ijin seorang
serdadu kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk membunuh penjajah di medan peperangan
demi mewujudkan kemerdekaan, karena ia tak tega melihat betapa tragisnya nasib
orang-orang yang berperang, seperti terlihat di baris kelima, enam, tujuh, dan
delapan:
anak
menangis kehilangan bapa/ tanah sepi kehilangan lelakinya/ bukannya benih yang
disebar di bumi subur ini/ tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia.
Berbagai peristiwa saat sebelum maupun setelah
proklamasi kemerdekaan melatarbelakangi Rendra menulis karyanya tersebut.
Fokusnya adalah mengenai prajurit yang berjuang dengan sangat pemberani meskipun
di dalam batinnya juga merasa takut. Rendra membayangkan dirinya sebagai
seorang prajurit yang akan berperang lalu mengalami kesedihan ketika harus
menyaksikan banyak penderitaan dan kematian di sekitarnya.
C.
Analisis Nilai yang
Terkandung di dalam Puisi
1.
Nilai Religius
Nilai religius sangat kental di dalam puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang. Di
dalamnya menggambarkan seorang yang sudah menemukan eksistensi diri sebagai
manusia dan eksistensi Tuhannya. Seperti meminta izin dan berdoa untuk dapat maju dimedan perang,
karena seperti yang kita ketahui, satu-satunya tempat kita berdoa adalah Tuhan
Yang Maha Esa.
2.
Nilai Sosial
Di dalam puisi juga terkandung nilai-nilai sosial,
terutama mengenai penderitaan masyarakat akibat suatu perang, seperti
digambarkan dalam bait berikut.
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
3.
Nilai Perjuangan
Puisi bertema perjuangan ini juga mengadung nilai-nilai
perjuangan yang dilakukan para serdadu. Mereka harus membunuh musuh dan
mengangkat senjata demi membela tanah yang terjajah.
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar