Selasa, 20 November 2012

apresiasi karya sastra


DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG
Karya W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Mimbar Indonesia Th. XIV, No. 25, 18 Juni 1960
ANALISIS PUISI “DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG”
karya W. S. Rendra
A.    Analisis Unsur Intrinsik
1.      Tema
Tema puisi berjudul Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang tersebut adalah mengenai perjuangan seorang prajurit atau serdadu.
Puisi tersebut menceritakan bahwa seorang prajurit tidak hanya berperang melawan musuhnya, tetapi juga berperang melawan batinnya sendiri. Melawan musuh dengan membunuh merupakan hal yang harus ia lakukan, tetapi rasa penyesalan dan ketakutan juga selalu mengiringi langkahnya. Lalu sebelum berperang ia berdoa kepada Tuhan dengan harapan Tuhan mengampuninya meskipun ia berlumuran dosa.
2.      Diksi
Diksi merupakan pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mencari kata yang tepat dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga menghasilkan jiwa penyair secara tepat, setidak-tidaknya mendekati kebenaran. Dalam puisi tersebut, penyair banyak menggunakan kata-kata lembut. Hal demikian dikarenakan puisi di atas menggambarkan seseorang yang menyesal dan meminta pengampunan dari Tuhan. Sehingga layaknya berdoa sebenarnya, penyair memilih kata-kata yang penuh haru, sangat menyesal, dan bersungguh-sungguh memohon ampun.
Kata-kata yang digunakan dalam persajakan dapat berupa kata dengan makna denotatif maupun kata dengan makna konotatatif. Berikut ini merupakan contoh baris dengan makna denotatif dan konotatif yang terdapat di dalam puisi di atas.
Makna Denotatif
Makna Konotatif
1.      Anak menangis kehilangan bapa
2.      Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
3.      Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
4.      Malam dan wajahku
adalah satu warna
5.      Dosa dan nafasku
adalah satu udara
6.      Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
7.      Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
8.      Perkenankan aku membunuh
9.      Perkenankan aku menusukkan sangkurku
  1. Tuhanku,
wajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal
  1. Tanah sepi kehilangan lelakinya
  2. Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
  1. Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
  1. Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

3.      Gaya Bahasa atau Majas
Gaya bahasa adalah suatu alat untuk melukiskan, menggambarkan, menegaskan inspirasi atau ide dalam bentuk bahasa dengan gaya yang memesona (Jalil, 1985: 31). Dengan gaya bahasa tersebut diharapkan akan memberikan warna kehidupan atau menghidupkan kata-kata yang disampaikan penyair. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang karya WS Rendra adalah sebagai berikut.
1)      Hiperbola
Yaitu suatu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Hiperbola digunakan pengarang untuk mempertinggi nilai kata atau mempertinggi nilai-nilai dari bahasa itu sendiri. Majas hiperbola pada puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang karya WS Rendra terdapat pada baris-baris berikut:
Tuhanku,
 WajahMu membayang di kota terbakar
 dan firmanMu terguris di atas ribuan
 kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa
 Tanah sepi kehilangan lelakinya
 Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
 tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
2)      Metafora
Yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Baris yang menggunakan majas metafora pada puisi tersebut antara lain:
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara
Penyair mengibaratkan malam dan wajah memiliki sifat yang sama yaitu berwarna gelap. Sementara dosa dan nafas juga dianggap sama. Dosa dilakukan pada saat ia bernapas di satu tempat yang memiliki udara yang sama karena pada dasarnya bumi adalah tempat luas dengan udara yang menyatu.
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Pada baris tersebut mengibaratkan Tuhan seolah-olah memiliki sifat sama seperti manusia yaitu dapat mendekap sesuatu dengan lengannya. Sementara kita tidak tahu bagaimana wujud Tuhan sebenarnya. Karena yang sebenarnya Tuhan memiliki caranya sendiri untuk melakukan sesuatu. Penyair juga menggambarkan bumi seolah-olah manusia yang dapat mengkhianati orang lain.
3)      Personifikasi
Yaitu majas kiasan yang menggambarkan benda-benda mati seolah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi pada puisi di atas adalah sebagai berikut.
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi berbicara
Pada kata-kata dan mesiu kembali lagi bicara, mesiu yang merupakan benda mati digambarkan dapat berbicara layaknya manusia atau benda hidup.
4.      Nada dan Suasana
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Pada puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang, dengan penuh keseriusan penyair mengungkapkan sebuah penyesalan atas dosa yang telah dilakukan. Dengan penuh rasa harap penyair memohon agar Tuhan mau mengampuninya dan memperkenankan ia berperang. Itulah gambaran sikap penyair yang ada dalam puisi tersebut.
Suasana adalah rasa yang tercipta setelah pembaca membaca puisi tersebut. Perasaan murung, sedih, gundah, dan kecewa yang tergambar pada puisi karya WS Rendra tersebut akan mempengaruhi kita sebagai pembaca untuk ikut merasakan haru dan miris. Suasana kesedihan bercampur dengan semangat seorang serdadu untuk berperang melawan penjajah tergambar pada puisi itu. 

5.      Rima dan Irama
-          Rima:
·         Pada bait pertama terdapat rima tak sempurna, bersajak a-b-b-b
Tuhanku, (a)
WajahMu membayang di kota terbakar (b)
dan firmanMu terguris di atas ribuan (b)
kuburan yang dangkal (b)
·         Pada bait kedua terdapat rima tak sempurna, bersajak a-a-b-a
Anak menangis kehilangan bapa (a)
Tanah sepi kehilangan lelakinya (a)
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini (b)
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia (a)
·         Pada bait ketiga terdapat rima tak sempurna pada baris satu sampai tiga, sedangkan pada baris empat hingga enam menggunakan rima rata dan sempurna, bersajak a-b-b-c-c-c
Apabila malam turun nanti (a)
sempurnalah sudah warna dosa (b)
dan mesiu kembali lagi bicara (b)
Waktu itu, Tuhanku, (c)
perkenankan aku membunuh (c)
perkenankan aku menusukkan sangkurku (c)
·         Pada bait keempat terdapat rima bersilang pada baris kesatu hingga keempat, sedangkan pada baris kelima hingga ketujuh menggunakan rima berpeluk, bersajak a-b-a-b c-d-c
Malam dan wajahku (a)
adalah satu warna (b)
Dosa dan nafasku (a)
adalah satu udara. (b)
Tak ada lagi pilihan (c)
kecuali menyadari (d)
-biarpun bersama penyesalan- (c)
·         Pada bait kelima terdapat rima bebas pada baris kesatu hingga keempat, sedangkan pada baris kelima hingga kedelapan menggunakan rima rata, bersajak a-a-b-c-c-c-c-c
Apa yang bisa diucapkan (a)
oleh bibirku yang terjajah ?(a)
 Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai (b)
 mendekap bumi yang mengkhianatiMu (c)
 Tuhanku (c)
 Erat-erat kugenggam senapanku (c)
Perkenankan aku membunuh (c)
 Perkenankan aku menusukkan sangkurku (c)
Rima yang digunakan dalam puisi tersebut cenderung menggunakan rima tak sempurna atau bebas. Hal itu dipengaruhi karena puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang merupakan puisi bebas yang cenderung sudah meninggalkan aturan puisi lama yang begitu mementingkan jumlah baris dalam bait serta rimanya.
-          Irama
Pada puisi di atas, bunyi puisi juga sangat ditonjolkan. Puisinya memiliki bunyi kakofoni, yaitu bunyi yang tidak merdu dan cenderung parau.
Puisi tersebut akan bagus jika dibaca dalam tempo lambat dan suara yang agak rendah.
·         Bait pertama dibacakan dengan lembut
·         Bait kedua dibacakan dengan lembut lalu agak lebih keras menuju baris terakhir
·         Bait ketiga dibaca sama dengan bait kedua
·         Bait keempat dibaca dengan suara lembut dan khusyuk
·         Bait keempat dibaca dengan lembut pada awal bait dan lebih keras pada akhir bait
6.      Amanat
Pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui puisi di atas adalah:
-          Tugas seorang serdadu atau prajurit bukanlah tugas yang mudah. Mereka harus membunuh entah orang yang bersalah maupun tidak bersalah demi sebuah tugas membela negerinya. Sehingga hal tersebut harus kita hargai.
-          Segla usaha yang kita lakukan tetap diperlukan sebuah doa. Meskipun dosa kita banyak maupun sedikit, tetaplah berusaha memohon ampunan kepada Tuhan.

B.     Analisis Unsur Ekstrinsik
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Rendra memiliki idealisme yang kuat dan sangat peka pada realita sosial yang ada di sekitarnya. Bahkan terkadang, karena idealismenya inilah menyebabkan ia seringkali berselisih dengan pemerintah. Perselisihannya dengan pemerintah tidak serta merta menyebabkan namanya tenggelam, bahkan karena perselisihan inilah yang kemudian mengantarkannya mendapat beberapa penghargaan baik itu nasional maupun sebagai seorang sastrawan berdedikasi tinggi dan konsisten menyuarakan keinginan rakyat.
Salah satu puisinya yang menggambarkan realitas sosial adalah puisi yang berjudul Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang tersebut. Dibuat pada tahun 60an yang pada saat itu Indonesia masih bergejolak, Rendra ingin mengungkapkan bagaimana perjuangan yang dilakukan oles seorang serdadu dalam mengemban tugasnya.
Dalam Puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang,  Rendra menggambarkan permohonan ijin seorang serdadu kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk membunuh penjajah di medan peperangan demi mewujudkan kemerdekaan, karena ia tak tega melihat betapa tragisnya nasib orang-orang yang berperang, seperti terlihat di baris kelima, enam, tujuh, dan delapan:
anak menangis kehilangan bapa/ tanah sepi kehilangan lelakinya/ bukannya benih yang disebar di bumi subur ini/ tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia.
Berbagai peristiwa saat sebelum maupun setelah proklamasi kemerdekaan melatarbelakangi Rendra menulis karyanya tersebut. Fokusnya adalah mengenai prajurit yang berjuang dengan sangat pemberani meskipun di dalam batinnya juga merasa takut. Rendra membayangkan dirinya sebagai seorang prajurit yang akan berperang lalu mengalami kesedihan ketika harus menyaksikan banyak penderitaan dan kematian di sekitarnya.

C.    Analisis Nilai yang Terkandung di dalam Puisi
1.      Nilai Religius
Nilai religius sangat kental di dalam puisi Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang. Di dalamnya menggambarkan seorang yang sudah menemukan eksistensi diri sebagai manusia dan eksistensi Tuhannya. Seperti meminta izin  dan berdoa untuk dapat maju dimedan perang, karena seperti yang kita ketahui, satu-satunya tempat kita berdoa adalah Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Nilai Sosial
Di dalam puisi juga terkandung nilai-nilai sosial, terutama mengenai penderitaan masyarakat akibat suatu perang, seperti digambarkan dalam bait berikut.
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
3.      Nilai Perjuangan
Puisi bertema perjuangan ini juga mengadung nilai-nilai perjuangan yang dilakukan para serdadu. Mereka harus membunuh musuh dan mengangkat senjata demi membela tanah yang terjajah.
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar